Halo Sobat ! | Members area : Register | Sign in
About me | SiteMap
Diberdayakan oleh Blogger.

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Powered by FeedBurner

Subscribe to Anak Kampung by Email
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Home » » Budaya Sulawesi Selatan

Budaya Sulawesi Selatan

Minggu, 03 Maret 2013

Banyak etnis dan bahasa daerah digunakan masyarakat Sulawesi Selatan, namun etnis paling dominan sekaligus bahasa paling umum digunakan adalah Makassar, Bugis dan Toraja. Salah satu kebudayaan yang terkenal hingga ke mancanegara adalah budaya dan adat Tana Toraja yang khas dan menarik.

Lagu daerah yang kerap dinyanyikan di antaranya lagu Makasar yaitu Ma Rencong-rencong, Pakarena dan Anging Mamiri. Sedangkan lagu Bugis adalah Indo Logo, dan Bulu Alaina Tempe dan untuk Tana Toraja adalah lagu Tondo.Rumah-rumah adat di Bugis, Makassar dan
Tator memiliki arsitektur tradisional yang hampir sama bentuknya. Rumah-rumah itu dibangun berdiri di atas tiang-tiang dan karenanya mempunyai kolong.

Tinggi kolong disesuaikan tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik, misalnya
raja, bangsawan, orang berpangkat dan rakyat biasa. Masyarakat di sana percaya bahwa selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Ini didasarkan atas temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale, yang berarti orang-orang yang tinggal di hutan, atau lebih tepat dikatakan penghuni hutan. Orang Toale masih satu rumpun keluarga dengan suku bangsa Wedda di Srilangka.Salah satu upacara adat di Tanah Toraja (Tator)
adalah upacara Rambu Solo (upacara berduka/ kematian) yang merupakan upacara besar sebagai ungkapan dukacita.

Sedangkan dikalangan masyarakat Bugis terdapat falsafah hidup “Aja Muamelo Ribetta Makkala’ Ricappa’na Letengnge”, yang berarti masyarakat menanti dengan penuh harap pemimpin pemerintahan yang bertindak cekatan dan bereaksi cepat mendahului orang lain dengan penuh keberanian meskipun menghadapi tantangan berat.Ada pula falsafah “Namo maega Pabbisena, Nabongngo Pollopina, Teawa Nalureng”. Maksudnya biar banyak pendayungnya tetapi juru mudinya tidak mahir, saya tidak mau menumpangi perahu itu. Dengan kata lain, falsafah ini mengajarkan jika terdapat pemimpin yang tidak cerdas, selayaknya dia tidak diikuti walaupun banyak punggawanya.
Artikel Terkait

No Responses to "Budaya Sulawesi Selatan"

Poskan Komentar